Thursday, January 20, 2022

9 interesting topics in the discussion of Pragmatics

 9 interesting topics in the discussion of Pragmatics

1. Muka dalam Perspektif Pragmatik

2. Analisis Meta-Pragmatik atas Beberapa Warisan Verbal Tradisi Lisan Penutur Bahasa Jawa

3. IMPLIKATUR PERCAKAPAN DAN KONVENSIONAL: TEORI RELEVANSI

4. Acting the Intangible: Hints of Politeness in Non-Verbal Form

5. ON SPEECH ACTS

6. Pragmatics is a Matter of Probabilities in Language Use

7. Periodisasi Perkembangan Studi Pragmatik

8.Antara Jokowi dan Joko Widodo

9. Pragmatika R. A. Kartini

Asal-Usul Pragmatik dan Pengaruhnya



Jumanto Jumanto PhD in Linguistics (Pragmatics), Universitas Indonesia, 2006. Dosen Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Dian Nuswantoro Semarang.

Pragmatik berasal dari kata “pragmeme” (human act; Mey, 1998; 2001), yang artinya tindak manusia. Tindak manusia bisa verbal dan non-verbal. Secara cerdas Austin (1950’s) mengelaborasi tindak verbal tsb menjadi speech act dalam teorinya Speech-Acts Theory, terinspirasi oleh language function Buhler (1918), tentang asal-usul masalah pragmatik, dan teori Malinowski (1923) yang memandang language use sebagai cara bertindak (a mode of action). Demikian, language function => language use => mode of action => speech act.
Sementara itu, tindak non-verbal menjadi objek yang lebih tepat dalam kajian semiotik pragmatik (pragmatic semiotics), di mana ikon (identitas), indeks (kausalitas), dan simbol (relatif-subjektivitas) juga merupakan interaksi makna. Pragmatik adalah tentang interaksi makna, berbeda dari deskripsi makna yang ditangani oleh semantik maupun sosiolinguistik. Sosiolinguistik yang merupakan deskripsi makna terkait dalam aspek sosial, bisa menjadi interaksi makna (dengan aspek sosial) sehingga akan menjadi: sosiopragmatik.
Salam Pragmatik!

Monday, January 17, 2022

Pragmatika R. A. Kartini

Prof. Dr. Drs. JUMANTO M.Pd.- Universitas Dian Nuswantoro

Pragmatika RA Kartini atau The Pragmatics of R.A. Kartini dalam artikel ini adalah analisis ganda atas tindak-verbal atau tuturan “R.A. Kartini” (analisis pragma-linguistik) dan tanda non-verbal atau figur R.A. Kartini (analisis pragma-semiotik). Analisis pragma-linguistik atas tuturan “R.A. Kartini” diarahkan ke aspek pragmatik dari tuturan, yaitu: lokusi, ilokusi, dan perlokusi, sementara analisis pragma-semiotik diarahkan ke aspek pragmatik yang ada dari figur R.A. Kartini, yaitu: ikon, indeks, dan simbol. Pragma-linguistik dan pragma-semiotik keduanya mengkaji makna yang diinteraksikan oleh penutur kepada petutur dalam suatu interaksi atau komunikasi interpersonal, interkomunal, dan intersosietal. Perbedaan dari kedua disiplin ilmu tersebut adalah bahwa pragma-linguistik lebih menekankan penggunaan efektif dari tuturan (tindak verbal), sementara pragma-semiotik lebih menekankan penggunaan efektif dari tanda non-verbal.

source: https://www.researchgate.net/publication/356843316_Pragmatika_R_A_Kartini

Sunday, January 16, 2022

Muka dalam Perspektif Pragmatik

 Ramdan Sukmawan,  Sastra Inggris Universitas Muhammadiyah Sukabumi

Pragmatik adalah cabang ilmu linguistik yang mengkaji penggunaan bahasa dalam komunikasi yang memperhatikan makna yang dikomunikasikan oleh penutur dan ditafsirkan oleh lawan tuturnya. Aspek pragmatik yang ada salah satunya adalah konsep muka. Konsep muka ini jelas sekali berhubungan dengan proses komunikasi dalam menjaga sebuah kesan yang baik karena dalam kegiatan interaksi sosial manusia membutuhkan muka untuk menjaga citra dirinya (Guan dan Lee, 2017). Muka merupakan aspek penting dalam proses interaksi manusia. Muka dipertimbangkan sebagai sesuatu yang bernilai, muka yang ditawarkan dan diperlihatkan seseorang dalam berkomunikasi dengan lawan bicaranya akan sangat memengaruhi citra dirinya apakah seseorang itu memberikan atau menawarkan muka negatif atau muka positif. Hal ini akan terlihat dari representasi muka yang berbeda-beda ketika seseorang melakukan tindak tutur dalam interaksinya.

Analisis Meta-Pragmatik atas Beberapa Warisan Verbal Tradisi Lisan Penutur Bahasa Jawa



Tuturan atau teks verbal yang ada di masyarakat bahasa, bisa diproduksi atau diekspresikan (encoded) oleh seorang penutur kepada seorang petutur, yang kita bisa sebut sebagai idio-teks atau teks personal, yang memiliki makna personal, dan jika diinteraksikan, akan terjadi makna interpersonal. Bisa juga tuturan atau teks verbal tertentu diproduksi atau diekspresikan oleh sekelompok penutur atau komunitas tertentu kepada khalayak ramai sebagai komunitas petutur secara luas, yang kita bisa sebut sebagai ideo-teks atau atau teks komunal, yang memiliki makna ideologis, dan jika diinteraksikan akan berkembang luas dan dipercaya masyarakat penutur sebagai ideologi komunitas atau kelompok: komunitas politik, komunitas dagang, komunitas olah raga, komunitas minat atau hobi, dan lain-lain. Ideologi komunitas yang sangat berkembang luas dan berpengaruh kepada masyarakat penutur, meski pun ideologi tersebut salah, atau sengaja dibuat salah untuk maksud atau intensi tertentu, inilah yang disebut dengan istilah mitos. Kita memang tidak sadar hidup dengan mitos yang ada di sekitar kita. Tuturan atau teks verbal yang ada di masyarakat luas, yang diproduksi atau diekspresikan secara terus menerus, turun temurun, secara tradisional (dari generasi ke generasi) inilah yang mungkin kita sebut sebagai tradisi lisan.